Catatan Akhir Tahun : Ujian dan Lompatan Kualitas Polri Presisi
Penulis : Dinal Gusti, Kornas LSPI
JAKARTA,I RAJAKABAR.ID
Tahun 2022 bisa dibilang menjadi tahun tersulit bagi Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, rentetan persoalan besar yang melibatkan anggota Kepolisian sepanjang tahun 2022 cukup membuat citra Korps Bhayangkara terpuruk.
Sebut saja kasus pembunuhan berencana mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo terhadap Brigadir Joshua, kasus narkoba mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa, hingga tragedi tewasnya ratusan suporter Aremania di stadion Kanjuruhan Malang.
Tiga persoalan tersebut menjadi sorotan masyarakat hingga berbulan-bulan lamanya. Imbasnya, indeks kepercayaan masyarakat terhadap Polri pun mengalami penurunan yang paling drastis dibandingkan dengan lembaga negara lainnya.
Padahal, sebelum tiga kasus itu Polri menjadi salah satu lembaga yang sangat dipercaya masyarakat. Indikator yang paling mudah diingat masyarakat adalah bagaimana Polri berhasil menjalani perannya sebagai salah satu garda terdepan ketika bangsa ini didera Pandemi Covid-19.
Kerjasama Polri beserta stakeholder lainnya kala itu dipersepsi sangat baik dalam mengatasi Pandemi. Tidak hanya itu, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) pun selama Pandemi relatif aman dan terkendali.
Terbukti sejak badai Pandemi Covid-19 menerpa Indonesia, tidak ada aksi rush atau penarikan uang secara besar-besaran yang ditakutkan, penimbunan bahan pokok dan obat-obatan, hingga aksi penjarahan yang dicemaskan oleh sebagian besar masyarakat.
Lompatan Kualitas
Di balik cerita kelam yang melibatkan aparat Kepolisian di sepanjang tahun 2022, bagi penulis, Polri sejatinya cukup beruntung memiliki Pimpinan sekaliber Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
Di bawah kepemimpinan mantan Kapolda Banten itu, semangat Penegakan hukum benar-benar hidup dalam akronim Polri yang prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan–atau Polri Presisi.
Di tangan mantan ajudan Presiden Jokowi itu, Polri diakui berhasil mempersempit ruang gerak oknum-oknum Polisi yang kerap menciderai rasa keadilan masyarakat. Tidak peduli pangkat dan jabatan yang diemban anggotanya, siapapun yang terbukti bersalah–mendapat sanksi sesuai bobot pelanggaran.
Bagi penulis, keberanian, ketegasan serta sikap tegak lurus Kapolri Listyo Sigit pada hukum yang berlaku, benar-benar menemukan resonansinya sepanjang tahun 2022. Tidak terhitung sudah berapa ratus oknum Polisi yang berpangkat paling rendah hingga tinggi dipecat dari Kepolisian.
Melihat banyaknya anggota Polri yang dipecat dari institusi, sebagian besar publik Indonesia pun akhirnya menaruh optimisme pada Polri ‘Presisi’. Polri Presisi ala Listyo Sigit diyakini tidak hanya tegas kepada masyarakat sipil, tetapi juga tegas untuk dirinya sendiri selaku aparatur Penegak Hukum.
Leadership
Di tengah badai ujian yang didera Kepolisian sepanjang tahun 2022, penulis memberi catatan khusus soal bagaimana gaya kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo kala menghadapi sejumlah persoalan yang menyentuh marwah Kepolisian.
Dalam catatan penulis, sejak viralnya kasus penghapusan mural kritik Jokowi, penahanan para demonstran yang mengkritik Presiden di sejumlah daerah, hingga aksi anarkis oknum Polisi ketika menangani aksi demonstrasi mahasiswa di Tangerang Banten, sikap Polri benar-benar berubah.
Pasca rangkaian peristiwa itu, Polri menjelma menjadi Institusi yang lebih peka dengan kritik, masukan dan aspirasi masyarakat. Pola pendekatan Polri yang sebelumnya cenderung represif dan anti kritik, tiba-tiba berubah menjadi lebih persuasif dan demokratis.
Bagi penulis, perubahan mentalitas yang dialami Kepolisian dewasa ini adalah representasi dari sikap Pimpinan Polri itu sendiri. Dalam hal ini, Kapolri Listyo Sigit berhasil memberi contoh atau teladan kepemimpinan yang baik dan teguh kepada segenap jajarannya.
Pertama, sejak Polri dipimpin Listyo Sigit, Polri berhasil menjadi lembaga yang tidak lagi anti terhadap Kritik. Di tangannya, kritik benar-benar dipersepsi sebagai sesuatu yang positif. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kebijakan yang dibuat Polri yang berangkat dari kritik atau masukan dari masyarakat.
Kedua, Polri berhasil meminimalisir karakter atau mentalitas militeristiknya. Dalam pandangan penulis, satu hal yang sebelumnya jarang, namun kini seringkali terekspos di media massa adalah keberanian Polri meminta maaf secara langsung kepada masyarakat.
Dalam catatan penulis, sejak kasus penghapusan mural hingga Kanjuruhan Malang, para pimpinan Polri dari level terendah hingga tertinggi cukup kompak untuk memohon maaf kepada publik. Jarang sekali kita melihat tontonan pembelaan diri yang berlebihan yang dilakukan para pimpinan Polri.
Dua sikap yang penulis paparkan tersebut menegaskan bagaimana Polri dewasa ini kembali kepada spirit awalnya sebagai sipil yang dipersenjatai. Watak sipil Polri begitu terlihat dalam menghadapi sejumlah kasus besar. Tidak hanya kata maaf yang terucap, tetapi juga disertai dengan komitmen untuk terus berbenah diri.
Keberanian Polri membuka diri terhadap kritik, serta disokong dengan rasa penuh hormat terhadap dimensi kekurangan diri dan komitmen untuk terus berbenah diri–menjadikan Polri kembali kepada jati dirinya yang asli sebagai sipil yang difungsikan sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Semoga di tahun baru ini, Institusi Polri terus berproses menjadi lebih baik. Kita semua percaya, hal-hal yang baik harus terus dipelihara dan ditingkatkan, sedangkan hal yang buruk harus dimaafkan dan dilampaui, karena tidak ada satupun manusia yang mau hidup berlama-lama menatap trauma.
Akhir kata, kita semua percaya bahwa tak ada satupun gading di dunia ini yang tak retak. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, dan manusia hanya berupaya untuk mendekati kesempurnaan. Selamat Tahun Baru 2023 dan salam Presisi.
(Yoggy)