BOGOR, //RAJAKABAR.ID//Enam kepala desa di wilayah Kecamatan Cigombong dan Cijeruk, Kabupaten Bogor, terancam dilaporkan ke pihak kepolisian oleh Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI). Ancaman itu muncul setelah beredar informasi mengenai pertemuan para kepala desa dengan pihak PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) di Hotel Aston Bogor Nirwana Residence (BNR) beberapa waktu lalu.
Pertemuan tersebut diduga berkaitan dengan upaya perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT BSS yang masa berlakunya telah berakhir. Dugaan itu disampaikan oleh Dewan Penasehat HPPMI Kabupaten Bogor, Indra Surkana, yang menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum apabila para kepala desa terlibat dalam penerbitan dokumen yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Kami menerima informasi bahwa para kepala desa dari dua kecamatan itu bertemu dengan pihak PT BSS. Kami menduga pertemuan tersebut membahas perpanjangan SHGB yang sudah tidak berlaku, baik di wilayah Cijeruk maupun Cigombong,” ujar Indra Surkana saat dikonfirmasi, Kamis (9/10/2025).
Menurut Indra, dalam proses administrasi perpanjangan HGB, perusahaan biasanya membutuhkan sejumlah dokumen dari pemerintah desa, seperti surat keterangan tidak sengketa dan surat keterangan penguasaan fisik lahan. Ia menegaskan, apabila surat tersebut diterbitkan tanpa mencerminkan fakta di lapangan, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai dugaan pemalsuan dokumen.
“Sebagian besar lahan di wilayah tersebut kini dikuasai oleh masyarakat, khususnya petani penggarap yang telah bertahun-tahun memanfaatkan lahan tersebut. Jadi jika pemerintah desa menyatakan lahan itu tidak sengketa atau masih dikuasai pihak perusahaan, itu bertentangan dengan kenyataan,” kata Indra.
Indra mendesak Pemerintah Kabupaten Bogor untuk turun tangan dan bersikap tegas terhadap persoalan ini. Ia berharap pemerintah daerah berpihak kepada para petani penggarap dan tidak memberi ruang kepada pihak-pihak yang mencoba memanipulasi data administrasi pertanahan.
“Kami meminta Pemkab Bogor berlaku adil dan berpihak kepada masyarakat, khususnya petani penggarap. Jangan sampai mereka justru menjadi korban akibat kebijakan yang tidak berpihak,” ujarnya menegaskan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PT Bahana Sukma Sejahtera maupun pemerintah desa terkait isi dan tujuan pertemuan tersebut.
(DEDE ROSADI)
