Jalur Puncak 2 jadi prioritas Ketimbang Kereta Gantung
CIBINONG -I rajakabar.Id ‘, Ketimbang membangun Kereta AGT (Automated Guideway Transit) dan Kereta Gantung (Cable Car), Bupati Bogor, Ade Yasin lebih memilih melanjutkan proyek jalur Puncak 2.
Menurutnya, Rp. 7 triliun lebih yang akan dihabiskan terlalu besar dan tidak sebanding dengan asas manfaatnya yang belum tentu dapat mengurai kemacetan Puncak.
“Kemahalan kalau menurut saya, lebih baik Puncak 2 saja diselesaikan, tidak sampai tujuh triliun, satu triliun juga kurang,” ujarnya.
Kereta gantung, dia bilang, hanya untuk kepentingan wisata namun bukan untuk kepentingan masyarakat yang menuju Cianjut ataupun Bandung. Sedangkan jalur Puncak 2, digadang-gadang menjadi alternatif dalam mengurai kemacetan di Puncak.
Selain itu, Jalur Puncak 2 juga dapat meningkatkan sektor pariwisata di wilayah Timur Kabupaten Bogor dan Cianjur.
Ade Yasin pun mengaku kerap membahas jalur Puncak 2 bersama Bupati Cianjur, Herman Suherman dan didukung oleh Anggota Komisi V DPR RI, Mulyadi.
“Puncak 2 tanahanya sudah siap dan tinggal dibangun, tidak ada alasan lagi. Dan daerah Bogor Timur seperti Sukamakmur, Jonggol dan lain-lain akan terangkat perekonomiannya,” jelas Ade Yasin.
Diinformasikan, Kajian awal menyangkut kemungkinan pembangunan Kereta Gantung untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak sebenarnya pernah dilakukan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan pada tahun 2021.
Tidak semata hanya mengenai Kereta Gantung, melainkan kajian secara komprehensif tentang bagaimana bentuk transportasi massal berbasis rel yang paling memungkinkan diterapkan di puncak.
Direktur Prasarana BPTJ Jumardi menyebutkan, pembangunan moda berbasis rel di Puncak bertujuan mengurangi beban kemacetan lalulintas berbasis jalan. Tentu harus mempertimbangkan fungsi yang maksimal sebagai angkutan umum massal.
“Selain itu tentu harus mempertimbangkan karakteristik demand serta faktor teknis yang paling memungkinkan, sehingga akan menarik perhatian investor untuk mendanai,” urai Jumardi dalam siaran persnya pada 19 Maret 2022 lalu.
Lanjut Jurmardi, salah satu konsekuensi yang timbul jika harus membangun moda transportasi massal berbasis rel di Puncak adalah biaya yang cukup besar.
Kajian yang dilakukan BPTJ menyebut pembangunan
moda berbasis rel menuju Kawasan Puncak dengan kombinasi Kereta AGT dan Kereta Gantung membutuhkan biaya tak kurang dari Rp. 7,31 trilyun.
Jumlah tersebut terbagi atas pembiayaan pembangunan Kereta AGT sebesar Rp. 6,32 trilyun dan Kereta Gantung hampir Rp 1 trilyun.
Jumlah sebesar itu belum termasuk pembebasan lahan yang diperkirakan membutuhkan sebesar Rp. 693 milyar.
“Karena bentuk kajian awal ini adalah Outline Business Case maka sudah muncul perhitungan awal kemungkinan proyek dapat melibatkan investasi swasta dengan skema KPBU, ” kata Jumardi.
Menurutnya, bagaimana kelanjutan opsi pembangunan transportasi massal berbasis rel di Kawasan Puncak masih perlu proses pendalaman baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Aspek yang perlu perhatian mendalam selain besarnya kebutuhan pembiayaan juga penanganan permasalahan dampak sosial dan koordinasi antar kelembagaan.
“Saya kira pembangunan transportasi massal berbasis rel hanya salah satu jenis pendekatan yang mungkin dilakukan. Untuk mengatasi masalah kemacetan Kawasan Puncak tetap perlu dikembangkan berbagai cara.(Arifin)